Amal Shalih dalam Perspektif KH Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan merupakan tokoh pembaharu Islam yang tidak hanya memiliki kesalehan indiviual saja, tetapi juga memiliki kesalehan sosial. Dimensi spiritual harus mampu masuk dalam ranah dimensi sosial dengan langkah-langkah praksis yang mampu membawa kemajuan peradaban. Hal tersebut sebagaimana yang diisyaratkan dalam Q.S al-‘Ashr tatkala Allah menyandingkan iman dengan amal saleh.
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Menurut KH Ahmad Dahlan yang dimaksud amal shalih adalah perkara-perkara yang telah dijelaskan satu-persatunya di dalam al-Qur’an. Singkatnya yaitu amalan yang membawa kemanfaatan bagi dirinya sendiri, keluarga, kerabat, dan bagi manusia pada umumnya dan bukan merupakan sesuatu yang mendatangkan madharat bagi orang lain kecuali untuk menolak kemadharatan yang lebih besar seperti berdakwah mengajak melaksanakan yang haq dan berwasiat dengan sabar. Penjelasan Kiai Dahlan tersebut diambil dari Tafsir Juz ‘Amma Muhammad Abduh. Adapun Imam ath-Thabari menjelaskan bahwa amal shalih adalah melakukan perkara-perkara yang telah diperintahkan Allah (kewajiban-kewajiban) dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah (kemaksiatan).
Kiai Dahlan menambahkan penjelasan mengenai amal shalih dengan berkata “Sangat banyak orang yang meninggalkan amal shalih seperti yang terkandung dalam al-Qur’an karena mereka mementingkan beberapa kesenangan. Banyak juga umat Islam yang menjalankan amal shalih, tetapi mereka mementingkan amal yang sunnah tidak memperhatikan amal yang wajib, seperti berjihad mengorbankan harta benda dan jiwa dalam fisabilillah. Mestinya didahulukan yang wajib dari pada yang sunnah. Amal shalih yang pokok timbul dari iman yang hakiki dan rasa beribadat kepada Allah”. Dari penjelasan Kiai Dahlan di atas bukan berarti amal-amal sunnah tidaklah penting, akan tetapi kita harus mampu memprioritaskan amalan yang wajib terlabih dahulu baru kemudian mengerjakan amalan sunnah. Dan yang Kiai Dahlan tekankan adalah berjihad di jalan Allah dengan mengorbankan harta yang dimiliki. Kiai Dahlan bahkan menantang orang-orang yang sering berkoar-koar membela agama Allah dengan kalimat “Janganlah kamu berteriak sanggup membela agama, meskipun harus dengan menyumbangkan nyawa, jiwamu tak usah kamu tawarkan, jika Tuhan mau, tentu akan mati sendiri. Tetapi beranikah kamu menawarkan hartamu demi agama? Itulah yang lebih penting saat ini”.
Pemahaman Kiai Dahlan mengenai amal shalih tersebut kemudian diteruskan menjadi langkah gerak Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan yang mentransformasikan ajaran agama Islam untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, amal shalih bukan semata-mata ritual ibadah saja, melainkan berupa kerja peradaban yang memberikan manfaat bagi semesta. Amal shalih bukanlah eskapisme (lari dari kenyataan) dengan beribadah mengasingkan diri dari manusia dan berbagai problematika hidup dengan asyik melakukan ritual ibadah dan dzikir spiritual. Amal shalih adalah amal yang kreatif, inovatif dan solutif untuk membangun peradaban yang berkemajuan.
Kiai Dahlan bahkan pernah berkata demikian “Yen durong wani mbeset kulite dewe durong Islam temenan”. Maksudnya adalah walaupun seseorang telah melakukan amal shalih akan akan tetapi dia belum diakui sebagai orang yang abrar (golongan yang berbuat kebaikan) sampai seseorang tersebut berani membelanjakan harta yang sangat dicintai di jalan Allah.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam beragama tidak hanya kesalehan individu yang penting untuk ditingkatkan, tetapi juga kesalehan sosial. Bukan berarti ibadah mahdhah dan amalan-amalan yang sifatnya spiritualitas tidaklah penting, namun semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang seharusnya akan semakin meningkatkan kepekaan terhadap kondisi sosial dan masyarakat sekitar. Mengorbankan harta benda di jalan Allah merupakan salah satu amal shalih yang berat untuk dilakukan dikarenakan tabiat manusia yang senang mencintai harta yang dimilikinya. Hal itulah yang senantiasa Kiai Dahlan tekankan dan terus ingatkan kepada murid-muridnya.