catatan Kamis #23

MENJADI PRIBADI YANG FITRI

Fauzi Rochman 

Tahun ini ada momen yang langka. Peristiwa tersebut adalah adanya  4 khutbah dalam satu pekan. Pertama khutbah sholat kusuf (sholat gerhana matahari ). Kedua khutbah Idul fitri pada hari jumat. Ketiga khutbah hari jumat dan yang keempat adalah khutbah idul fitri yang melakukannya pada hari sabtu.

Terlepas pro dan kontra tentang penetapan awal syawal. Peristiwa 4 khutbah dalam satu pekan sangatlah langka terjadi. Peristiwa tersebut perlu kita ambil hikmahnya bukan perbedaan penetapan satu syawalnya. Karena dibalik peristiwa tentu memiliki hikmah  yang patut diambil pelajarannya. 

Pada setiap khutbah pasti memiliki rukunnya. Salah satu rukun yang tidak boleh di tinggalkan adalah wasiat taqwa. Wasiat taqwa merupakan ajakan khotib untuk waspada dan  mawas diri untuk senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

Penjelasan taqwa juga pernah disampaiakan oleh Abu Hurairah ketika ditanya oleh seseorang, wahai Abu Hurairoh, apakah yang di maksud dengan takwa itu?” Abu Hurairah tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi memberikan satu ilustrasi. “ Pernahkan engkau melewati suatu jalan dan engkau melihat jalan itu penuh dengan duri? Bagaimana tindakanmu untuk melewatinya?” orang  itu menjawab, “apabila aku melihat duri, maka akan menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri duri itu, atau aku mundur .” Abu Hurairah cepat berkata,” Itulah dia takwa!” (HR Ibnu Abi Dunya).  

Setelah satu bulan penuh pada bulan Ramadhan  kita sudah berhati hati dalam perilaku dengan melaksanakan puasa. Mengontrol perilaku yang negatif menghindarkan diri dari kemaksiatan serta mendidik diri dengan ibadah harian selain sholat wajib lima waktu ada trawih, tadarus alquran dan berdzikir. Itulah kita sedang melakukan suluk atau jalan menempuh ketaqwaan. Maka wasiat taqwa dalam khutbah itulah yang seharusnya menjadi pengingat kita karena manusia itu “makanu khoto’ wa nisyan” tempatnya salah dan lupa.

Maka hasil dari ketaqwaan ini adalah fitri. Oleh karena itu Idul Fitri terkait dengan tujuan yang dicapai melalui puasa. Idul Fitri berasal dari kata "Id" dan "Al-Fitr". Id berasal dari Aada – ya’uudu, artinya kembali kata Fitri sendiri, maknanya ada dua, yakni suci serta berbuka. Suci dapat diartikan sebagai tidak berdosa.

Allah adalah al Quddus tidak mungkin seorang hamba mendekati zat yang maha suci dengan masih membawa dosa. Maka semua peribadatan yang kita lakukan setiap hari adalah untuk melebur semua dosa dosa kita. 

Pada hari baik ini yaitu idul fitri kita evaluasi diri agar menjadi pribadi yang fitri/ suci bersih dari noda dosa melalui memberi maaf sebelum ada yang meminta maaf, agar hati menjadi lapang dan tenang tidak memiliki beban batin. 

Akhir kalam kita berharap semua amal ibadah yang kita lakukan selama sebelum penuh semoga diterima Allah SWT dan menjadi hamba yang mampu kembali kepada Allah SWT dengan kondiri fitri. 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama