Makna Psikologis Dari Kisah Nabi Ibrahim AS
Fauzi Rochman (Anggota PRPM TOMPEYAN TEGALREJO YOGYAKARTA)
Kisah dalam Nabi Ibrahim dalam Alquran menunjukkan gambaran kepribadian nabi Ibrahim as yang ideal. Hal ini terlihat pada pandangan cemerlang, cinta akan kebenaran atau keyakinan, ketaatan kepada Allah secara lurus dan ikhlas kelembutan dan keramahan. Salah satu cerita yang dapat kita petik adalah ketika pencarian tuhan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim sebagai mana dijelaskan Surat Al an’am ayat 74-79 :
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, ‘Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata (74). Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin (75). ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: ‘Inilah Tuhanku,’ tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: ‘Saya tidak suka kepada yang tenggelam(76). Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: ‘Inilah Tuhanku.’ tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata: ‘Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat(77). kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.’ Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: ‘Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (78). Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan (79). (al-An’aam: 74-79)
Dalam proses pencarian tuhan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim seperti gambaran pada ayat diatas beliau menggunakan tiga macam fase yaitu :
Pertama : pemberdayaan potensi fisik
Pada fase ini Nabi Ibrahim takjub melihat bintang, bulan dan matahari sehingga di kira adalah tuhan.
Kedua : Pemberdayaan potensi akal
Pada fase ini setelah Nabi melihat bintang, bulan dan matahari yang sangat indah namun setelah beberapa lama tenggelam, kemudian Nabi Ibrahim mengatakan bahwa “aku tidak suka pada yang tenggelam”. Dalam perenungangannya Nabi Ibrahim tidak bisa menerima terhadap sesuatu yang lenyap atau tenggelam sebagai Tuhan.
Ketiga : Pemberdayaan potensi hati
Karena akal juga mempunyai keterbatasan, ia tidak mampu menjangkau hal-hal suprarasional dan hal-hal yang gaib,maka sebagai penyempurna bisa melibatkan potensi hati. Dimana melalui pemberdayaannya dapat menemukan kebenaran intuitif atau kebenaran spiritual sebagai kebenaran yang hakiki. Karena kebenaran intuitif maka terkadang terdapat faktor X, sebagai faktor hidayah yang bekerja. Di sinilah letak adanya pemberiansemacam hidayah, ilham ataupun wahyu sebahai hak prerogatif Allah.
Pernyataan Nabi Ibrahim yang direkam oleh Allah menegaskan bahwa Ibrahim secara intuitif menerima hidayah dari Allah setelah sebelumnya mengoptimalkan potensi akalnya adalah :
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan (Al an’am :79).